Serba-serbi Lebaran 3
(Ngiras Pantes Wisata Kuliner)
(Ngiras Pantes Wisata Kuliner)
PASUGATAN NON-BISCUIT FABRIKAN DI PERHELATAN ARIADI IDUL FITRI : Yang Pernah Ada dan Yang Masih Ada
Ada tiga hal pokok yang hampir senantiasa mengisi perhelatan Ariadi Idul Fitri : (1) sungkeman dan silaturrohmi untuk bermaafan (ziarah, sejarah, anjangsana), (2) menyantap pengananan seperti jajanan, makanan, dan minuman (pasogatan), (3) pembagian derma uang dan/atau barang (jakat) khususnya buat anak-anak dan keluarga kurang mampu -- ada fenomena kedatangan anak-anak, yaitu untuk mendapat pemberian uang (istiah Malangan "galak-gampil". Demikianlah, salah satu keinginan dalam kunjungan lebaran adalah untuk menyantap makanan, jajanan dan minuman yang tidak saban hari dapat dijumpai apabila bukan ketika lebaran tiba. Urgensi penganan (jajanan dan minuman) pada perhelatan leban (rioyo) antara lain tergambar pada sindiran dalam parikan ludruk "rioyo gak nggoreng kopi, ngadep mejo gak nok jajane".
Jenis penganan itu diharapkan merupakan menu khusus, yang secara spesifik dihadirkan pada saat Airadi Idul Fitri. Sayang sekali, keinginan yang demikian tak musti kesampaian. Fenomena pada dua hingga tiga dasawarsa terakhir menunjukkan bahwa hampir terdapat keseragam jajanan yang dihidangkan di masing-masing keluarga, yang cenderung berupa aneka biskuit dan aneka sirup fabrikan. Kalaupun ada perbedaan, hanya pada rasa dan komponen bahan, merk, tingkatan harga (kemahalan) serta kemasannya. Untuk wilayah Jawa Tengah dan Timur, makanan khas seperti kupat, lonthong, lepet, dan/atau lodho-ayam tak dihadirkan di hari ke-1 sd 6 lebaran, melainkan di ujung pekan dalam perhelatan tambahan yang dinamai "Bodo Kupat" -- bandingkan dengan di DKI dan sekitarnya, yang telah disajikan di hari pertama lebaran.
Terdapat tidak sedikit penganan lama khas lebaran yang kini mulai langka didapati sebagai pasugatan Aneka krupuk (opak), kripik dan kue kering khas lebaran, seperti aneka opak (gambir, gulung, gadung, arangginang, kuping gajah, puli, omah tawon/matahari, cekeremes, dsb), aneka kripik (mlinjo, pisang, telo/pohong, dsb), aneka biji-bijian (kacang tanah, kacang kapri, koro benguk, trembesi, kwaci, dsb), ciput (keciput), marning, ampyang, uler-uleran, kue dolar, kue panpanan, klanthe (sebutan Lampung "klanting"), enting-enting kacang, sagon, alen-aken, geti, enting-enting kacang dan klopo, manco, peli kipu -- empat jenis yang terakhir khas Trenggalek, dsb. kian langka dihidangkan. Hal ini bukan hanya terjadi di lingkungan perkotaan, namun merambah hingga ke pelosok pedesaan.
Demikian pula aneka jajanan/kue basah, seperti jenang, jadah, wajik dan wajik klethik, madumongso, tape ketan ireng (ketan hitam), cucur, bikang, nogosari, mendut, kue lapis, dsb, meski ada yang masih menyajikan, namun jumlahnya telah jauh berkurang. Yang lebih langka lagi ditemui adalah aneka manisan, seperti manisian buah (bligo, pisang, pepaya, cerme, dsb). Minuman khas seoerti sinom, betas kecur, limon, stroop, badeg, bandrek, dsb. tergusur oleh dominasi aneka sirup, teh botol, aqua gelas dan lain-lain yang juga serba fabrikan.
Kelangkaanya itu bukan semata lantaran bahanya tak lagi bisa didapatkan, namun para ibu tak mau diribetkan dan berkorban banyak waktu untuk membuat jajanan sendiri, yang terkadang biayanya lebih mahal apabila dibandingkan dengan harga biskuit fabrikan yang dijual di toko, pasar dan kios dadakan jelang lebaran. Wal hasil, yang panen keuntungan di saat lebaran adalah pabrik-pabrik jajanan dan minuman kemasan. Sementara para pedangan jajan mentahan di pasar dan produsen rumahan tak lagi meraup kesempatan seperti dulu.
Biskutisasi dan sirupisasi fabrikan kini melanda penjuru wilayah serta meminggirkan jajanan lokal dan khas, yang sejatinya hanya hadir pada momentum khusus seperti Ariadi Idul Fitri. Semoga tulisan ini menginspirasi untuk menyajikan makanan, jajanan dan minuman khas/lokal di Ariadi Idul Fitri mendatang, kerena itu semua adalah khasanah kekayaan dan unikum kuliner Nusantara. Nuwun.
Catatan: mohon diinformasikan aneka jajanan khas/likal lebaran yang belum disebut, karena jujur penulis tak cukup faham tentang kulinerisasi.
CATATAN AHLI SEJARAH UNIVERSITAS NEGERI MALANG BAPAK DWI CAHYONO
CATATAN AHLI SEJARAH UNIVERSITAS NEGERI MALANG BAPAK DWI CAHYONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN BERIKAN KOMENTAR BERKAITAN DENGAN BUDAYA JAWA DI TULUNGAGUNG